Sunday, October 11, 2015

Antara Korban dan Pelaku Kekerasan




Semakin maraknya pemberitaan kasus kekerasan terhadap anak, membuat saya ingin menyampaikan pendapat berdasarkan pengalaman selama menjadi relawan di youth centre CMR-PKBI Daerah Kal-Sel, juga berbagai hal yang saya lihat dan dapati ntah sengaja atau tidak sengaja.

Fokus di YC memang terhadap remaja, tapi tentang kekerasan polanya berlaku sama baik terhadap anak-anak, remaja dan perempuan.

Kasus-kasus kekerasan sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala, tetapi terbatasnya media sehingga tidak terekspos seperti sekarang ini

Ketika kita ingin mengatasi suatu masalah, maka yang pertama harus diketahui dulu apa penyebabnya, sehingga yang ideal adalah pencegahan agar jangan sampai terjadi.

Sudah banyak para pakar menyampaikan berbagai cara untuk mencegah agar tidak terjadi kekerasan, tetapi ternyata kasus kekerasan tidak berkurang juga.

Tidak tepatkah cara pencegahan tersebut? Tentu saja bagus sekali cara-cara pencegahan yang mereka sampaikan.

Tetapi digunakan atau tidak, disanalah masalahnya, sebatas dibaca atau didengarkan, tetapi pengaplikasiannya masih minim.

Saya ambil contoh, kurang harmonisnya komunikasi antara orang tua dengan anak adalah salah satu penyebab.
Para pakarpun menyampaikan agar orangtua lebih baik lagi dalam berkomunikasi dengan anak-anak mereka, harus menyenangkan, harus benar, komunikatif, dsb

Terbangunkah sudah komunikasi tersebut? Kemungkinan besar masih banyak yang belum terbangun.
Padahal komunikasi yang baik sangat berdampak signifikan.

Bagaimana anak mau bercerita tentang kesehariannya, teman-temannya, kegembiraannya, kesedihannya, dsb, apabila orangtua tidak mampu membuat anak bercerita, atau ketika anak bercerita malah dicuekin... akhirnya anak lebih senang bercerita ke " orang lain" yang bisa jadi salah satu "pelaku" nantinya.

Sebagian orang tua yang saya lihat, lebih sering mendikte anaknya, bahkan cenderung sering menyalahkan. Kamu tidak boleh ini, kamu tidak boleh itu, jangan begitu, jangan begini.

Dari sudut pandang saya, pencegahan awal dan utama harus dari dalam rumah (keluarga). Tetapi kalau dalam keluarga sendiri penyebabnya, bagaimana bisa mencegah?

Berarti tarik kebelakang, kenapa sebuah keluarga malah menjadi penyebab kekerasan terhadap anak?
Banyak kemungkinan, dari belum siapnya secara lahir batin untuk berumah tangga, sampai memang belum memahami makna berumah tangga, serta pemahaman memiliki anak karena status penerus keturunan saja.
Menikah karena dipaksa atau terpaksa, berdampak juga akhirnya terhadap anak-anak mereka.

Jadi, bagaimana orang tua mau mengajarkan agar anak bisa asertif, kalo orang tuanya sendiri tidak paham apa itu asertif.

Bagaimana anak bisa diberi pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga diri serta kemampuan berfikir kritis. Kalau setiap anak berpendapat tidak didengarkan.

Bagaimana bisa membuat anak merasa berharga dengan dirinya, kalau orang tuanya sendiri sering menyalahkan mereka.

Ini baru satu contoh lho, masih tentang komunikasi.
Bagaimana dengan cara pencegahan lainnya...????!!!!

TENTANG KEKERASAN
Kata kekerasan terjemahan kata violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Kekerasan itu banyak bentuknya, dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, kekerasan psikis, dsb.

Saya ambil contoh kembali, yang sedang hangat sekarang berawal dari kekerasan seksual, sampai berujung pembunuhan

Saya bahas dari sisi pelaku, dampak dari dorongan seksual yang tidak bisa dikontrol juga dampak pemakaian narkoba, membuat pelaku begitu tega memperkosa dan membunuh karena si korban yang tidak bisa dikendalikan.
Berbeda dengan korban sebelumnya, yang tidak sampai dibunuh, yang bisa jadi si korban masih bisa dikendalikan pelaku.

MENGAPA SAMPAI BISA TERJADI PEMERKOSAAN?

Sejak zaman dulu pelecehan seksual dan pemerkosaan sudah sering terjadi. Faktor penyebabnya ditengarai adalah rasa dorongan seksual yang tidak dikendalikan dengan baik, dan kuatnya budaya patriarkhi yang beranggapan bahwa laki-laki lebih berkuasa, sehingga perempuan dianggap sebagai kaum lemah, harus patuh nurut.

Sekarang ini, kasus tersebut semakin banyak terjadi ditengarai selain hal-hal tersebut, juga sebagai akibat pengaruh tontonan dan bacaan yang penuh kekerasan dan relasi timpang.

Kurangnya edukasi kesehatan reproduksi membuat seseorang tidak dapat mengelola dorongan seksnya dengan baik,  maka hal ini menimbulkan perilaku yang salah sebagai cara penyaluran dorongan seksualnya.

BAGAIMANA MENCEGAH KEKERASAN?

Pencegahan tindak #Kekerasan menurut saya bisa dilakukan agar tidak terjadi korban dan juga pencegahan agar tidak bertambahnya para pelaku".

Disini saya lebih fokus pada kurangnya bahkan tidak didapatkannya pengetahuan #KesehatanReproduksi, #PendidikanSeks, #SexEducation, yang baik dan benar sehingga berdampak besar " melahirkan" korban & pelaku.

Banyak pakar menyampaikan, para pelaku kekerasan sebenarnya dulunya juga adalah "korban". Karena tidak atau kurang maksimalnya penanganan terhadap "mereka" akhirnya berbalik arah "mereka" menjadi "pelaku".
Yaaa, pada dasarnya semua manusia itu memang baik, dilahirkan masih suci tanpa sehelai benangpun, yang membedakan hanya pada perbedaan biologis (alat kelamin)

Orang tua nya lah yang pertama akan mencoretkan tinta berwarna apa kepada anak-anaknya. Sehingga konsep awal anak akan seperti apa dan menjadi apa, (ekstrimnya, korban atau pelaku atau bukan keduanya) akan tergambar.

Tugas orang tua bukan hanya sebatas fisik (mencukupi kebutuhan makan, pakaian, mainan), tetapi juga orang tua harus memberikan kasih sayang tulus, membekali anak-anaknya dengan pengetahuan, keterampilan menjaga diri, memberikan ruang berfikir kritis, dan juga membuat anak merasa berharga.

Berat sekali kah tugas orang tua!?
Harusnya tidak, kalau sebelumnya sudah memahami dan membekali diri, juga terus memperkaya diri dengan pengetahuan.

Apa yang akan terjadi pada seorang anak kecil polos tidak berdosa, ketika setiap hari "mereka" melihat orang tua nya bertengkar, bahkan terjadi kekerasan dihadapan mata mereka?! (Kemungkinan menjadi korban atau pelaku?!)

Apa yang akan terjadi pada anak kecil polos tidak berdosa, kalau sering kali "mereka" terutama perempuan diberitahu untuk slalu nurut manut,  tidak boleh membantah, tidak boleh kritis, tidak boleh berkembang diluar sana, tinggal dirumah saja, dsb,  intinya jangan "neko-neko"
(Menjadi korban atau pelaku?!)

1 contoh kasus ;
seorang remaja putri kelas 1 SMA, telah beberapa kali mengalami aborsi. Anak ini sangat pendiam, terlihat santun, berjilbab, dan sangat penurut.
Tetapi dibalik itu, dia tidak bisa bersikap aserti ketika dipaksa berhubungan seksual oleh pacarnya.

Contoh kasus lain ;
seorang anak yang telah dilecehkan pamannya sendiri, mengadukan ke orang tuanya, tetapi malah tidak ditanggapi dan dianggap bohong, sampai akhirnya si anak menjadi stress.

Dan banyak kasus lainnya.


Pengalaman saya beberapa tahun silam di Youth Centre CMR-PKBI Daerah Kalimantan Selatan, diantara banyaknya konseling yang masuk, rata-rata remaja yang konseling, kebingungan masalah kespro karena malu bertanya pada orang tua mereka dan kalaupun ada yang bertanya, orang tua mereka malah menjawab ”tabu” untuk dibicarakan (bisa jadi karena orang tua mereka sendiri tidak paham tentang kespro). Jadi apa yang mau dijelaskan?

Bertanya pada gurupun juga lebih malu lagi dan ketika ada guru yang mereka suka dan percayai, guru tersebut juga belum tentu tahu betul tentang kespro.

Akhirnya teman sebayalah tempat mereka curhat, yang belum tentu juga lebih paham dari orang tua dan guru mereka.

Hasilnya adalah kesalahpahaman informasi, membuka situs-situs porno dsb, dan mencoba hal-hal yang belum saatnya, dan juga melakukan tindak kekerasan lainnya.


Penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi hendaknya diberikan mulai dari rumah oleh orang tua.
Orang tua hendaknya menciptakan suasana hormat, keakraban dan keterbukaan bukan ketakutan. Sehingga tercipta dialog yang baik antara orang tua dan anak-anaknya.

Setiap orang membutuhkan pendidikan seks karena akan memberikan bekal pengetahuan pada seseorang agar lebih memahami dirinya sendiri, sehingga mampu menjaga kesehatannya dengan lebih baik. Dan mengambil keputusan yang terbaik untuk hal-hal yang dengan seksualitasnya.

Akan lebih baik jika pendidikan seks diintegrasikan dalam kurikulum. Sebab kenyataannya, tanpa disadari setiap orang perlu memahami segi seksualitasnya.

Bagi orang tua, pendidikan seks sangat perlu karena jika orang tua kurang memamahami pengetahuan ini maka ia tidak dapat menjelaskan atau tidak tahu bagaimana cara mengkomunikasikan kepada anak-anaknya.

Bagi anak & remaja membutuhkan pengetahuan tentang seksualitas karena mereka memerlukan informasi yang baik dan tepat agar mampu mengambil keputusan yang tepat yang berkaitan dengan seksualitas.

Diambil dari modul Kesehatan Reproduksi PKBI Pusat dan berbagai sumber lainnya

#KesehatanReproduksi #SexEducation #KekerasanSeksual #KorbanKekerasan #MeToo

No comments:

Post a Comment